Selasa, 11 Juni 2013

Tentang dunia anak (part 1)

Sebenarnya tulisan blog yg akan saya share ini lebih pada pendapat dan beberapa fakta yg saya temukan di lapangan baik di saat jam praktek ataupun di luar. Saya bukan aktivis anak dan remaja tp hanya pemerhati yg tertarik dengan dunia anak dan parenting. Saya juga belum menikah dan belum mempunyai anak tetapi dengan mempelajari dinamika dan fenomena di sekitar saya, mengasuh keponakan, membaca buku2 dan artikel tentang dunia anak dan parenting membuat saya mencintai dunia tersebut. Mungkin bila saya punya kesempatan ingin juga sekolah lg mendalami hal tersebut..insya Allah aamiinn...

Melihat banyak cerita hingga pemberitaan seputar kenakalan remaja, perilaku asusila pd remaja bahkan anak2 membuat saya sedih dan miris. Tidak bisa kita hanya menyalahkan anak atau remaja tersebut hingga menghakimi mereka nakal dan buruk. Banyak hal yg perlu kita analisis mengapa hal tersebut bisa begitu sering terjadi.
Fase anak2 (childhood) merupakan fase perkembangan yg dibagi menjadi 2 yaitu early childhood berkisar antara 1-6 thn dan later childhood antara 6-12thn. Sedangkan fase remaja yaitu berkisar dari umur 12 thn-18 tn.
Dua fase penting ini merupakan fase penting dalam membentuk karakter dan kepribadian. Peran keluarga, gangguan psikologis, faktor ekonomi hingga lingkungan atau life style sangat mempengaruhi hal tersebut.

Masa anak2 merupakan masa tumbuh kembang, bukan hanya dari segi fisik namun juga segi kejiwaan. Yg pernah saya alami dari selama menangani pasien anak2 dan membaca beberapa sumber bahwa pada fase anak2 mereka mengalami masa rasa ingin tahu yg besar, blm optimal membedakan beberapa hal, pencari perhatian dan peniru sejati. Disini peran keluarga sebagai tmpt sekolah pertama mereka sangat besar bagaimana mengarahkan mereka menjadi anak2 yg cerdas, kritis namun berakhlak. Menurut saya baiknya akhlak perilaku orang tua belum jaminan penuh anak mereka jg seperti itu bila orang tua mereka keliru dalam mendidik dan yg pernah saya baca mendidik tiap anak itu tidak sama (beda jenis kelamin beda cara, beda karakter beda cara). Bukan hanya peran ibunya saja atau ayahnya saja tapi keduanya dgn porsi yg proporsional. Dalam mendidik pun orang tua tidak boleh menjadikan mereka sebagai pemuasan hasrat orang tua dan juga duplikat orang tuanya. Dalam mendidik, perlu adanya fondasi ajaran dan nilai2 agama yg kuat, pemahaman dan pengamalan nilai2 agama tersebut secara berkelanjutan dan berulang.
Menurutku, sedari dini mengenalkan dan menceritakan kepada mereka tentang siapa yg menciptakannya, darimana mereka berasal itu penting agar diharapkan akan menumbuhkan rasa syukur atas eksistensi mereka dilahirkan ke bumi ini, mengetahui manfaat dirinya dan mengajarkan secara tdk langsung sikap rendah hati/tidak sombong. Dari sana pula anak akan lebih memahami bahwa hal tersebut merupakan bagian dari nilai2 agama dan jg mengapa mereka harus menjalankan nilai2 agama dgn baik. Untuk itulah orang tua harus mampu menjadi pencerita yg baik tanpa mendikte. Fasilitas pendukung jg perlu diperhatikan. Pengalamanku menangani pasien anak2 mereka penerima visual yg baik dan lbh menangkap hal2 yg bersifat deskriptif. Mereka lebih tertarik mendengar cerita yg sesuai dengan imajinasi dunia mereka, gambar2 yg menarik, video2 serta suara yg tidak membosankan. Oiya satu hal lagi mereka krg mendengarkan kalimat yg bersifat perintah/larangan saja. Bila kita ingin memberikan instruksi mereka lbh suka dengan kata2 persuasif yg sifatnya mengajak disertai alasan yg deskriptif mengapa mereka harus melakukan itu/tidak boleh melakukan itu. Saya pernah baca dan juga mempraktekan baru2 ini. Ternyata sebaiknya kita tidak boleh terlalu sering membohongi anak. Kenapa? Karena secara tidak langsung mengajarkan ke mereka kalau berbohong itu tidak apa2..ingat mereka itu adalah peniru sejati hehehe....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar