Kamis, 12 Agustus 2010

Mulailah dari yang sederhana

"Aku lagi bahagia !"

Pasti kita semua pernah mengungkapkan kalimat seperti di atas. Entah saat mendapatkan gaji, saat kelulusan, saat lolos ujian, saat memenangkan pertandingan,saat dilamar dan lain sebagainya. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia bahagia didefinsikan sebagai

keadaan atau perasaan senang tentram (bebas dari segala yang menyusahkan); beruntung


Saya tidak bisa mendefinisikan secara pasti arti harfiah bahagia itu,,yang saya tahu bahagia itu ungkapan perasaan yang menyenangkan. Bahagia itu ekspresi yang terpancar dari wajah seseorang yang dekat dengan yang namanya senyum. Awalnya saya beranggapan kalau bahagia berhubungan dengan yang hal-hal indah, cukup dan memuaskan. Tapi, semakin saya besar, banyak melihat, membaca dan berinteraksi sosial dengan sekitarnya semakin mengerti bahwa bahagia itu bukan berarti bebas dari segala yang menyusahkan tapi lebih pada ungkapan tulus dari apa yang dirasakan. Seperti dua hari yang lalu saya menonton berita di salah satu tv swasta seorang bapak sebatang kara yang tinggal di tempat yang tidak sangat layak beratapkan bambu yang sudah reyot, dan makan dari sisa-sisa pemberian orang dan kakinya cacat. Sungguh miris bila kita bandingkan dengan kehidupan kaum jetset di perkotaan sana. Namun satu hal yang buat terenyuh bukan karena keadaan si bapak itu tapi pada semangat berjuang untuk survive diatas segala keterbatasan yang ada. Walau dengan keadaan yang serba tidak cukup dan kurang, dia masih bisa bekerja walau dari hanya mengumpulkan kayu-kayu untuk dijual di pasar. Kalau kita pikir berapa lah akan terjual mungkin masih lebih besar nominalnya makan kita sehari dibandingkan dengan penghasilannya. Satu lagi, ketika diwawancara bapak itu tidak menangis meratapi nasibnya tapi tersenyum seperti orang bahagia. Dengan bangganya dia bercerita tentang pekerjaannya, tentang anak-anaknya dan bagaimana puasnya saat dia bisa makan dari hasil keringatnya sendiri. Sungguh saya dibuat malu untuk kesekian kalinya.



Sebelumnya saya juga pernah bertemu dengan mereka yang kurang beruntung. Dia anak kecil umur 8 tahun dulu pernah saya rawat giginya dengan kata lain pasien pedo saya. Anaknya baik, agak bawel seperti kebanyakan anak-anak, tapi ketika dia pulang ke rumahnya dia tidak seperti seorang anak pada umur segitu. Saya pernah mendapati dia saat menjemputnya untuk dirawat, sedang menjual gorengan sambil menjaga adik satu-satunya karena ibunya bekerja sebagai tukang cuci. Jujur saya salut dengannya di umur yang masih sangat muda sudah bisa mandiri untuk membantu ibunya dan mengasuh adiknya. Namun dia tidak pernah sama sekali mengeluh.

Mungkin dua cerita di atas hanya sedikit cerita dari beribu orang di dunia ini yang menurut kita mereka yang tidak beruntung. Tetapi ini bukan perihal beruntung atau tidak beruntung tapi tentang bersyukur.Mungkin kita kadang bersungut sungut ketika tidak dapat membeli barang yang ada di etalase toko atau saat kita tidak bisa membeli model handphone terbaru atau kita mengeluh karena rumah terlalu sempit. Tapi pernah kah kita
terpikirkan bahwa di luaran sana beberapa orang berjuang hanya untuk mendapatkan sesuap nasi walau dengan baju compang camping dan tak beralaskan kaki?tidur beralaskan kardus dan beratapkan plastik?


Saya pernah membaca sebuah buku ada kata-kata yang sampai sekarang masih saya ingat "Mulailah dari hal yang sederhana seperti bersyukur". Saya tidak akan menggurui siapa-siapa karena saya sendiri pun perlu banyak belajar dan memperbaiki diri. Saat saya mulai jenuh akan rutinitas perkuliahan dan pekerjaan saya, saya berusaha mati-matian untuk tidak mengeluh. Tidak mudah memang. Saya teringat pernah dinasehati seperti ini :

"kalau dikejar deadline kerjain aja tanpa ngeluh tar jg beres dengan sendirinya. Kalo ngerjain sesuatu dengan ngeluh, perasaan cape itu karena ngeluhnya bukan karena ngerjain sesuatunya, Jutaan orang pengen masuk kedokteran gigi lho "

Ya, benar di luaran sana banyak yang menginginkan kesempatan ini tapi ketika kesempatan ini telah ada di genggaman kenapa harus mengeluh saat menjalaninya?

Kalo ada yang cacat masih bisa berkarya bagaimana dengan kita yang sehat jasmani?


Kalo ada yang sudah tua masih sanggup bekerja mengapa kita yang muda sudah bermalas-malasan?





Kalo ada yang tidak mungkin bisa sekolah dan belajar di tempat yang layak mengapa kita yang sudah bisa justru mengeluh bila diminta rajin sekolah?



Kalo kita masih punya orang-orang sekitar yang peduli dengan kita mengapa tidak sepenuh hati menyayangi mereka sedangkan di luar sana mungkin ada segelintir orang yang  sendirian menjalani hidup dan tidak punya orang tua?



Mari memulai dari yang sederhana. Bersyukur pada apa yang kita miliki dan yang telah dicapai, kemudian bila kita telah mencapainya berikanlah walau hanya seujung jari karena memberi lebih baik daripada menerima.


Tak pernah terlewatkan
dan tetap mengaguminya
kesempatan seperti ini
tak akan bisa dibeli

Bersamamu
kuhabiskan waktu
senang bisa mengenal dirimu
rasanya semua begitu sempurna
sayang untuk mengakhirinyaa...

melawan keterbatasan
walau sedikit kemungkinan
takkan menyerah untuk hadapi

hingga sedih tak mau datang lagi

Bandung, 12 Agustus 2010 -ditemani lagu Ipang "sahabat kecil"-

6 komentar:

  1. like this merry.. makasih inget nasehatnya.. geer dulu ah.. hehehe

    BalasHapus
  2. Hehehe...makasih banyak ya komennya..btw ini siapa aja ya?tdk ada identitasnya,,tgkyuuu for reading :)

    BalasHapus
  3. sumpah keren abis dan bikin merinding ^^

    BalasHapus
  4. dih, dasar sombong UCUL!!!, pake nanya ini sapa lg... (anonim pertamax), hehe..

    BalasHapus
  5. ih punduunnggg....
    yayaya i know u Mr.Anonim :P("kalau dikejar deadline kerjain aja tanpa ngeluh tar jg beres dengan sendirinya. Kalo ngerjain sesuatu dengan ngeluh, perasaan cape itu karena ngeluhnya bukan karena ngerjain sesuatunya, Jutaan orang pengen masuk kedokteran gigi lho ")

    BalasHapus