"Lihat,nak,,, Kupu-kupu itu indah ya sayapnya " ucap seorang ibu pada anaknya..
"Aku ga suka kupu-kupu ibu" sang anak berujar.
"Lho kenapa nak? dia seekor hewan yang cantik dan tidak mengganggu, kenapa kamu tidak suka?" tanya si ibu kembali.
"Iya ibu soalnya kupu-kupu itu ternyata dulunya ulat. aku ga suka ulat" jawab anak kembali.
Seekor kupu-kupu dulunya seekor ulat. Hampir sebagian dari kita tidak suka dengan ulat. Bentuknya yang kecil, berbulu dan membuat gatal di kulit. Suka memakan daun dan buah. Hewan kecil yang jalannya mungkin seperti merangkak atau merayap. Kalau kita tidak suka bisa dengan cepat kita matikan dengan diinjak.Namun tahukah kita ternyata ulat berkontribusi untuk kita sebagai bahan baku untuk membuat baju-baju sutra yang cukup mahal harganya. Sungguh luar biasa sang ulat. Tapi ulat tidak mau berlama-lama menjadi ulat. Dia ingin berkembang dan melanglang buana ke negri sebrang. Hinggap dari satu bunga ke bunga lain serta menghisap sari madu dari berbagai variasi bunga. Seperti membuat rumahnya sendiri, sang ulat dengan giat membangunnya seperti ingin tidur panjang dalam kubahannya. Kepompong.
Ketika telah tiba waktunya, keluarlah seekor hewan dengan sayap yang indah kemudian terbang sesuka hati seperti menikmati kebebasan dan indahnya alam ini.
Dan saya pun mulai berpikir. Dulu dia hanyalah makhluk kecil tapi bisa bermetamorfosis menjadi sebuah makhluk hidup yang indah. Kita manusia semestinya tidak boleh kalah dengan ulat yang tak takut akan perubahan. Saya yakin kita juga bisa jadi makhluk yang indah bahkan lebih indah dari kupu-kupu.
Tidak ada yang suka dengan perubahan karena perubahan membuat sesuatu yang sudah biasa menjadi berbeda dan tak biasa. Ini hanya soal keadaan dan kebiasaan dari suatu sikap (attitude). Entah keadaan atau sikap yang awalnya buruk menjadi baik atau mungkin sebaliknya. Seorang Profesor Psikologi dari Harvard University menyatakan
Penemuan terbesar saya adalah kesimpulan bahwa manusia dapat mengubah hidupnya dengan cara mengubah pola pikirnya
Namun teori tak semudah aplikasinya. Saya pun pernah mengalaminya. Perubahan demi perubahan yang tak mudah dilalui dan mungkin jalannya harus pahit dan sulit dulu. Tapi ada satu Quote yang sedikit sarkastik namun seringkali teringat
Dunia membenci perubahan, namun perubahanlah satu-satunya yang mampu menciptakan kemajuan(Charles F. Ketering)
Tapi lagi-lagi dalam hidup ini kita diberikan pilihan. Mau berubah atau tidak It's your choice. Seperti halnya sebuah kayu akan tetap menjadi sebuah kayu jika berada di gudang tapi akan memberi manfaat jika diubah menjadi sebuah meja.
We can't change our past
We can't change the inevitable
The only thing we can do is play on the string we have
and that is our attitude
I am convinced that life is 10% what happens to me
and 90% how i react to it
(Charles R. Swindoll)
-Bandung, 23 Agustus 2010 "and i'm not a perfect person but i am trying to be a better person"-
Pasti kita semua pernah mengungkapkan kalimat seperti di atas. Entah saat mendapatkan gaji, saat kelulusan, saat lolos ujian, saat memenangkan pertandingan,saat dilamar dan lain sebagainya. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia bahagia didefinsikan sebagai
keadaan atau perasaan senang tentram (bebas dari segala yang menyusahkan); beruntung
Saya tidak bisa mendefinisikan secara pasti arti harfiah bahagia itu,,yang saya tahu bahagia itu ungkapan perasaan yang menyenangkan. Bahagia itu ekspresi yang terpancar dari wajah seseorang yang dekat dengan yang namanya senyum. Awalnya saya beranggapan kalau bahagia berhubungan dengan yang hal-hal indah, cukup dan memuaskan. Tapi, semakin saya besar, banyak melihat, membaca dan berinteraksi sosial dengan sekitarnya semakin mengerti bahwa bahagia itu bukan berarti bebas dari segala yang menyusahkan tapi lebih pada ungkapan tulus dari apa yang dirasakan. Seperti dua hari yang lalu saya menonton berita di salah satu tv swasta seorang bapak sebatang kara yang tinggal di tempat yang tidak sangat layak beratapkan bambu yang sudah reyot, dan makan dari sisa-sisa pemberian orang dan kakinya cacat. Sungguh miris bila kita bandingkan dengan kehidupan kaum jetset di perkotaan sana. Namun satu hal yang buat terenyuh bukan karena keadaan si bapak itu tapi pada semangat berjuang untuk survive diatas segala keterbatasan yang ada. Walau dengan keadaan yang serba tidak cukup dan kurang, dia masih bisa bekerja walau dari hanya mengumpulkan kayu-kayu untuk dijual di pasar. Kalau kita pikir berapa lah akan terjual mungkin masih lebih besar nominalnya makan kita sehari dibandingkan dengan penghasilannya. Satu lagi, ketika diwawancara bapak itu tidak menangis meratapi nasibnya tapi tersenyum seperti orang bahagia. Dengan bangganya dia bercerita tentang pekerjaannya, tentang anak-anaknya dan bagaimana puasnya saat dia bisa makan dari hasil keringatnya sendiri. Sungguh saya dibuat malu untuk kesekian kalinya.
Sebelumnya saya juga pernah bertemu dengan mereka yang kurang beruntung. Dia anak kecil umur 8 tahun dulu pernah saya rawat giginya dengan kata lain pasien pedo saya. Anaknya baik, agak bawel seperti kebanyakan anak-anak, tapi ketika dia pulang ke rumahnya dia tidak seperti seorang anak pada umur segitu. Saya pernah mendapati dia saat menjemputnya untuk dirawat, sedang menjual gorengan sambil menjaga adik satu-satunya karena ibunya bekerja sebagai tukang cuci. Jujur saya salut dengannya di umur yang masih sangat muda sudah bisa mandiri untuk membantu ibunya dan mengasuh adiknya. Namun dia tidak pernah sama sekali mengeluh.
Mungkin dua cerita di atas hanya sedikit cerita dari beribu orang di dunia ini yang menurut kita mereka yang tidak beruntung. Tetapi ini bukan perihal beruntung atau tidak beruntung tapi tentang bersyukur.Mungkin kita kadang bersungut sungut ketika tidak dapat membeli barang yang ada di etalase toko atau saat kita tidak bisa membeli model handphone terbaru atau kita mengeluh karena rumah terlalu sempit. Tapi pernah kah kita
terpikirkan bahwa di luaran sana beberapa orang berjuang hanya untuk mendapatkan sesuap nasi walau dengan baju compang camping dan tak beralaskan kaki?tidur beralaskan kardus dan beratapkan plastik?
Saya pernah membaca sebuah buku ada kata-kata yang sampai sekarang masih saya ingat "Mulailah dari hal yang sederhana seperti bersyukur". Saya tidak akan menggurui siapa-siapa karena saya sendiri pun perlu banyak belajar dan memperbaiki diri. Saat saya mulai jenuh akan rutinitas perkuliahan dan pekerjaan saya, saya berusaha mati-matian untuk tidak mengeluh. Tidak mudah memang. Saya teringat pernah dinasehati seperti ini :
"kalau dikejar deadline kerjain aja tanpa ngeluh tar jg beres dengan sendirinya. Kalo ngerjain sesuatu dengan ngeluh, perasaan cape itu karena ngeluhnya bukan karena ngerjain sesuatunya, Jutaan orang pengen masuk kedokteran gigi lho "
Ya, benar di luaran sana banyak yang menginginkan kesempatan ini tapi ketika kesempatan ini telah ada di genggaman kenapa harus mengeluh saat menjalaninya?
Kalo ada yang cacat masih bisa berkarya bagaimana dengan kita yang sehat jasmani?
Kalo ada yang sudah tua masih sanggup bekerja mengapa kita yang muda sudah bermalas-malasan?
Kalo ada yang tidak mungkin bisa sekolah dan belajar di tempat yang layak mengapa kita yang sudah bisa justru mengeluh bila diminta rajin sekolah?
Kalo kita masih punya orang-orang sekitar yang peduli dengan kita mengapa tidak sepenuh hati menyayangi mereka sedangkan di luar sana mungkin ada segelintir orang yang sendirian menjalani hidup dan tidak punya orang tua?
Mari memulai dari yang sederhana. Bersyukur pada apa yang kita miliki dan yang telah dicapai, kemudian bila kita telah mencapainya berikanlah walau hanya seujung jari karena memberi lebih baik daripada menerima.
Tak pernah terlewatkan
dan tetap mengaguminya
kesempatan seperti ini
tak akan bisa dibeli
Bersamamu
kuhabiskan waktu
senang bisa mengenal dirimu
rasanya semua begitu sempurna
sayang untuk mengakhirinyaa...
melawan keterbatasan
walau sedikit kemungkinan
takkan menyerah untuk hadapi hingga sedih tak mau datang lagi
Bandung, 12 Agustus 2010 -ditemani lagu Ipang "sahabat kecil"-
Selamat pagiiiiiii,,eh bentar lagi siang deng!hehehe... Hari ini saya tidaka akan bercerita tentang hari Minggu tapi saya mau berbagi tentang kekangenan saya dengan alumni anyelir. Yup! 4 tahun yang lalu kami berkumpul dalam satu keluarga di suatu kosan di ujung kota bandung a.k.a Jatinangor. Dulu Jatinangor tak seperti sekarang,dulu tempat itu sepi ga da mall, cupu lah pokoknya. Namun karena itu juga kosan udah seperti rumah kedua bagi kita-kita yang jauh dari orang tua. yah next time saya akan cerita banyak tentang rupa rupi anyelir's crew. Tapi sekarang kami terpisah oleh jarak dan cita-cita. Namun moment pernikahan adalah ajang kami reuni plus kangen2an.
Lihat saja kami sudah lebih dewasa dalam berfoto (hehe...kata siapa). Anyelir yang berhasil melepaskan rantai pertama adalah aya yang kemudian seperti metro mini saling susul menyusul Om asti, Achi dan yang the last nanul congratz ya teman2 semoga langgeng :)
Aya & Oka
Asti&Kodir
Nana & Evan
So, Who's Next??Kita lihat saja nanti ;p semoga 5 tahun lagi kita bisa reunian sambil bawa keluarga masing-masing :D
Pas saya liat kata-kata dari beberapa baris kalimat ini, seperti menambah motivasi saya untuk tetap "keep moving"dan selalu bersyukur. Seperti mengutip salah satu penulis blog tentang pemahaman seorang 'Lady' :
Terlalu banyak mengeluh dan egois hanya akan menempatkan posisinya sebagai "Women" dan bukan "Lady".
Kegagalan serta keterbatasan bukanlah penghalang, semakin banyak mengeluh semakin lelah menjalaninya tetapi semakin jarang mengeluh semakin bahagia dalam menjalaninya
"Failure does not mean that i should give up
It does mean that i should try harder and need more practice"